“Kamu juga harus menghitung sendiri tujuh tahun Sabat, tujuh kali tujuh tahun, sehingga kamu mempunyai masa tujuh tahun Sabat, yaitu empat puluh sembilan tahun. 'Kemudian kamu harus membunyikan klakson domba jantan di luar negeri pada hari kesepuluh bulan ketujuh; pada hari pendamaian, kamu harus membunyikan klakson di seluruh negerimu. 'Demikianlah engkau harus menguduskan tahun yang kelima puluh itu dan mengumumkan pembebasan melalui tanah itu kepada seluruh penduduknya. Itu harus menjadi suatu tahun Yobel bagimu, dan kamu masing-masing harus kembali ke tanah miliknya sendiri, dan kamu masing-masing harus kembali kepada keluarganya.' akan mendapat tahun kelima puluh sebagai tahun Yobel; janganlah kamu menabur dan jangan menuai hasilnya, dan jangan pula memetik hasil dari tanaman anggurnya yang belum dipangkas. 'Sebab ini adalah tahun Yobel; itu akan menjadi kudus bagimu. Hasil panennya harus kamu makan di luar ladang.” -Im.25:8-12

Bahkan sebelum zaman Kristus, Perjanjian Lama sudah mendukung gagasan mengambil cuti panjang. Para pendeta melakukan praktik ini sebagai waktu yang diberikan Tuhan untuk beristirahat dan merenungkan apa yang akan berkontribusi pada perkembangan spiritual mereka.

Para Pembina Universitas Columbia memberikan pernyataan pada tahun 1907 mengenai praktek cuti panjang:

"Praktek ini sekarang lazim terjadi di Perguruan Tinggi dan Universitas di negara ini di mana pemberian cuti berkala bagi para profesornya ditetapkan, bukan untuk kepentingan para profesor itu sendiri tetapi demi kebaikan pendidikan universitas. Pengajaran di universitas harus progresif; hal ini mengharuskan badan pengajar, seolah-olah, memperbarui peralatannya secara berkala. Hal ini tidak hanya bersifat nasional, namun bersifat internasional; kontak dengan institusi lain, dengan spesialis dari negara lain, dengan metode memperoleh dan menyebarkan pengetahuan yang sedang populer di tempat lain, yang tidak dapat diperoleh selama liburan musim panas, seperti halnya periode istirahat ini di mana-mana, bagi guru Universitas yang sebenarnya merupakan kebutuhan intelektual dan praktis. .”

Pernyataan ini juga berlaku bagi para pendeta gereja.

Menurut Perjanjian Lama, cuti panjang dianggap sebagai amalan suci yang dilaksanakan oleh Tuhan sendiri agar umat-Nya dapat meluangkan waktu untuk merenungkan hal-hal positif dan memberdayakan diri dengan hikmah yang lebih besar dan hubungan yang lebih dekat dengan-Nya.

Sabat memang penting bagi para pendeta untuk menemukan pelayanan baru, merenungkan kehidupan, dan meningkatkan spiritualitas mereka.

Apa Itu Sabat?

Dalam hal cuti panjang bagi pendeta, praktiknya lebih menitikberatkan pada aspek peningkatan intelektual dan spiritual dibandingkan sekedar mengambil rehat untuk keperluan istirahat atau liburan.

Ada banyak aktivitas yang dapat dilakukan seorang pendeta saat cuti Sabat; namun, ada juga beberapa kegiatan yang mungkin bertentangan dengan semangat Sabat yang alkitabiah. Membaca buku, melakukan penelitian mengenai topik-topik yang berhubungan dengan gereja, dan mengerjakan beberapa proyek pelayanan bertentangan dengan esensi istirahat Sabat yang alkitabiah.

Ayat-ayat Perjanjian Lama berikut ini menunjukkan bagaimana Allah sendiri memerintahkan umat-Nya untuk memelihara hari Sabat:

“Peliharalah hari Sabat dan kuduskanlah hari itu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu. 'Enam hari lamanya kamu harus bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari sabat TUHAN, Allahmu; di dalamnya, janganlah kamu melakukan suatu pekerjaan apa pun, kamu atau anak laki-lakimu atau anak perempuanmu atau hamba laki-lakimu atau hamba perempuanmu atau lembumu atau keledaimu atau binatang ternakmu atau pendatangmu yang tinggal bersamamu, sehingga hamba laki-lakimu dan pelayan perempuanmu boleh beristirahat sebaik kamu. 'Ingatlah bahwa kamu dahulu adalah seorang budak di tanah Mesir, dan TUHAN, Allahmu, membawa kamu keluar dari sana dengan tangan yang perkasa dan dengan tangan yang teracung; oleh karena itu TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau untuk merayakan hari Sabat.” -Ulangan 5:12-15

Mengapa Pendeta Membutuhkan Sabat?

Para pendeta selalu mengandalkan Kitab Suci sebagai sumber dari semua yang mereka khotbahkan dalam pelayanan panggilan mereka. Alkitab juga menjadi dasar bagaimana mereka harus menjalani kehidupan sehari-hari dan bagaimana mereka harus mengatur tindakan mereka.

Sejak awal, Alkitab selalu menjadi panduan utama tidak hanya bagi para pendeta dan pengkhotbah tetapi juga seluruh umat Tuhan di seluruh dunia. Oleh karena itu, mengikuti apa yang tersirat dalam Kitab Suci, penting bagi para pendeta untuk mengambil istirahat Sabat sebagai anggota Gereja Kristus.

Selama masa cuti sabat seorang pendeta, mereka tidak boleh terlibat dalam aktivitas apa pun yang berhubungan dengan pekerjaan tetapi fokus pada refleksi kehidupan itu sendiri dan mengembangkan hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan.

Statistik Stres Pendeta

Studi terbaru menunjukkan hal itu pekerjaan pastoral sebenarnya cukup menegangkan, melelahkan, dan dapat menimbulkan risiko yang lebih parah baik bagi pendeta maupun keluarganya.

Berikut adalah beberapa statistik yang dikumpulkan mengenai stres pastoral:

  • 90% pendeta harus bekerja 55 hingga 75 jam per minggu.
  • 90% pendeta selalu merasa letih dan penat setiap akhir minggunya.
  • 91% pendeta sering mengalami kelelahan.
  • 70% pendeta seringkali merasa rendah diri pada hari-hari pertama mereka dalam pelayanan.
  • 70% pendeta harus menghadapi depresi
  • Rata-rata pendeta yang dibentuk di dalam seminari biasanya hanya bertahan dalam pelayanan pelayanan selama lima tahun.

Berikut adalah beberapa statistik yang berhubungan dengan dampak negatif dari pendeta yang terlalu banyak bekerja dan terlalu stres terhadap keluarga mereka:

  • 80% biasanya merasa bahwa mereka tidak diterima atau merasa ditinggalkan oleh anggota pelayanan lainnya.
  • 80% dipaksa untuk melayani dan terlibat dalam beberapa kegiatan yang berhubungan dengan gereja di luar jangkauan kemampuan mereka.
  • 50% mengatakan bahwa memasuki pelayanan sebagai pendeta dapat menjadi aspek paling merusak yang dapat merusak pernikahannya.
  • 80% istri pendeta berharap pasangannya mempertimbangkan untuk beralih ke profesi lain.

Berikut adalah beberapa statistik yang dikumpulkan dari para pendeta yang terlalu banyak tugas namun melupakan esensi sebenarnya dari pekerjaan suci mereka:

  • 72% pendeta hanya mempelajari Alkitab karena mereka ditekan untuk memiliki hikmat alkitabiah untuk menyampaikan khotbah mereka.
  • 70% pendeta tidak mempunyai teman di luar pelayanan.
  • 50% pendeta tidak memiliki waktu untuk berkumpul dengan komunitas lain karena mereka sangat terikat dengan pelayanan mereka.
  • 44% pendeta tidak memiliki hari libur rutin.
  • 85% pendeta tidak melakukan istirahat sabat rohani yang sejati.

Seperti yang dapat Anda lihat dari statistik ini, terdapat lebih banyak pendeta yang mengalami stres berlebihan, kurangnya pengabdian, dan hubungan yang rapuh dengan pasangannya. Ini merupakan indikasi yang sangat kuat bahwa cuti sabat memang merupakan praktik penting yang harus dipertimbangkan oleh semua pendeta dari berbagai pelayanan.

Kegiatan Apa Yang Dapat Dilakukan Seorang Pendeta Pada Hari Sabat?

Ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan seorang pendeta selama cuti Sabat. Namun, ada beberapa hal yang bertentangan dengan semangat cuti panjang yang alkitabiah yang harus dihindari oleh para pendeta agar dapat mempraktikkan esensi sebenarnya dari hari Sabat yang alkitabiah.

Berikut beberapa aktivitas yang dapat dilakukan pendeta selama istirahat Sabat mereka:

Keterlibatan dalam kementerian dan badan amal lainnya

Terlibat dalam pelayanan dan badan amal lainnya merupakan manfaat yang baik dari cuti panjang seorang pendeta. Sangat ideal bagi seorang pendeta untuk dikelilingi oleh komunitas lain yang secara signifikan akan meningkatkan keterampilan interaksinya dengan orang lain. Seorang pendeta harus memberikan dirinya waktu untuk berinteraksi dengan individu lain dari komunitas yang berbeda melalui pertemuan dan kesempatan pelayanan.

Menetapkan dan mencapai misi jangka pendek

Sangat ideal bagi para pendeta yang sedang cuti sabat untuk bepergian dan pergi ke tempat lain untuk mengetahui lebih banyak tentang etika orang lain dan memperluas jangkauan pekerjaan suci mereka: menyebarkan Kabar Baik Tuhan.

Mengunjungi kementerian atau gereja lain

Kegiatan hebat lainnya bagi seorang pendeta yang sedang cuti sabat adalah mencari gereja-gereja yang dapat ia kunjungi untuk tujuan pembelajaran dan berbagi hikmat kepada anggota gereja lainnya yang akan menghasilkan ikatan yang lebih dalam antara pelayanan gereja yang berbeda.

Berpartisipasi dalam retret spiritual

Retret spiritual adalah aspek penting dalam membina panggilan dan membentuk hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan. Retret rohani sering kali dilakukan oleh para seminaris, organisasi keagamaan, atau anggota gereja mana pun. Praktik ini bertujuan untuk membantu anggota gereja merefleksikan kehidupan yang diberikan Tuhan kepada mereka dan untuk mengatasi segala dosa pribadi yang menghalangi perjalanan mereka bersama Tuhan.

Terlibat dalam penelitian teologis yang mendalam

Mempelajari topik-topik teologis adalah kegiatan yang ideal bagi para pendeta yang sedang cuti panjang. Selalu ada banyak hal yang perlu dipelajari, khususnya dalam hal Teologi. Hal ini akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pelayanan khotbah dan pengajaran pendeta di masa depan.

Menjadi sukarelawan di pusat krisis

Banyak orang di seluruh dunia menderita dalam kondisi yang parah seperti kelaparan, perang, wabah penyakit, atau berada dalam keadaan kurang mampu. Meluangkan waktu untuk merawat mereka yang kurang beruntung adalah sebuah kesempatan untuk mengembangkan hati seorang pendeta sejati.

Menjadi sukarelawan di pusat krisis adalah sebuah kesempatan bagi seorang pendeta untuk mempraktekkan apa yang dia khotbahkan dengan memberikan bantuan kepada mereka yang kurang beruntung dan mereka yang menderita karena berbagai macam konflik dunia.

Keterlibatan dalam pelayanan penjara

Karena gereja percaya kepada Allah yang Maha Pengampun, para pendeta atau anggota gereja lainnya mempunyai kesempatan yang menarik untuk memberitakan Kabar Baik yang menawarkan pengampunan dan transformasi bagi semua orang yang beriman kepada Kristus.

Pelayanan di penjara adalah cara yang ampuh bagi seorang pendeta untuk mengalami perjumpaan lebih dalam dengan pengampunan dan penebusan Tuhan.

Konseling

Seringkali pendeta mendapati pernikahannya sangat rapuh. Atau bergumul dengan kesehatan emosi yang buruk atau keputusasaan rohani.

Sangat ideal bagi para pendeta untuk menyediakan waktu selama cuti panjang mereka untuk pernikahan atau konseling pribadi.

Konseling yang baik dan alkitabiah dapat membantu seorang pendeta kembali ke pelayanannya dengan lebih utuh dan lebih mampu melayani kebutuhan orang lain.

Kesimpulan Tentang Sabat

Gagasan tentang cuti panjang yang alkitabiah bagi para pendeta adalah dan akan selalu diperlukan demi kesejahteraan mereka, secara mental, spiritual, relasional, dan fisik. Sebagai pembawa Kabar Baik Tuhan, para pendeta harus secara konsisten memperhatikan dan merefleksikan hal tersebut kebijaksanaan Kitab Suci agar mereka dapat melayani jemaatnya dengan lebih baik sebagai gembala yang sejati.

Pernahkah Anda terbantu dengan mengambil cuti panjang dalam kehidupan atau pelayanan Anda? Bagikan pengalaman Anda di bagian komentar di bawah.